Menggali Sumber Historis, Sosiologi, dan Politis Integrasi Nasional di Indonesia, Pengembangan Integrasi di Indonesia, Esensi dan Urgensi Integrasi Nasional


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

SUBBAB C DAN E

 

Disusun Oleh :
Nama             : Frendi Ihwan Syamsudin
NIM                : K2316022
Kelas               : B
Dosen pengampu : Wijianto, S.Pd, M.Sc


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

C.    Menggali Sumber Historis, Sosiologi, dan Politis Integrasi Nasional di Indonesia
1.     Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia
Menurut Suroyo (2002), sejarah menjelaskan bahwa bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum negara Indonesia merdeka. Menurut Suroyo, terdapat tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yaitu model integrasi imperium Majapahit, model integrasi Kolonial, dan model integrasi nasional Indonesia.
a.       Model Integrasi Imperium Majapahit
Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Terdapat tiga konsentris Kerajaan Majapahit. Konsentris pertama disebut wilayah inti kerajaan, yaitu meliputi pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara-saudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (Mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat dimana Majapahit menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kambija, dan Ayudyapura (Thailand).
b.      Model Integrasi Kolonial
Model integrasi kedua ini lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia-Belanda yang baru sepenuhnya dicapai pada awal abad ke-XX dengan wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah dengan menguasai maritim, sedangkan integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak mempunyai jaringan dengan massa rakyat. Dapat dikatakan bahwa pemerintah kolonial tidak mempunyai dukungan yang berarti dari rakyat Indonesia. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia, tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.
c.       Model Integrasi Nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka pada tahun 1945. Integrasi model ini berbeda dengan integrasi model kedua. Integrasi model kedua dimaksudkan agar rakyat jajahan mendukung pemerintah kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Sedangkan integrasi model ketiga ini dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa, khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Para kaum terpelajar mulai menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa jajahan yang harus berjuan meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur yang sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Sehingga mereka yang berasal dari berbagai daerah berkumpul dan bersatu untuk mendirikan organisasi-organisasi pergerakan nasional, baik yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi, perdagangan, dan kelompok perempuan. Misalnya, Sukarno yang berasal  dari Jawa, Muhammad Hatta yang berasal daari Sumatra, AA. Maramis dari Sulawesi, dan Tengku Muhammad Hasan dari Aceh.
Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilakukan dengan melalui beberapa tahapan-tahapan, yaitu sebagai berikut :
1)      Masa Perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya organisasi pergerakan nasional Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
2)      Masa Penegas
Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia yang beranekaragam menyatakan diri sebagai bangsa yang memiliki satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
3)      Masa Percobaan
Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) pada tahun 1938 mengusulkan agar Indonesia Berparlemen.Namun, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil.
4)      Masa Pendobrak
Pada masa ini, semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.
Di sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pernyataan bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsa ini telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan bangsa lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa Indonesia, dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa yang satu, yakni bangsa Indonesia.
2.      Pengembangan Integrasi di Indonesia
Howard Wriggins dalam Muhaimin dan Collin MaxAndrews (1995) menyebut ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu negara, yaitu :
a.       Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama, dan ras ketika menghadapi musuh bersama. Contohnya adalah ketika penjajah Belanda ingin kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya, sehingga Belanda tidak jadi kembali ke Indonesia.
Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan saudaranya sendiri dapat berintegrasi ketika ada musuh negara yang datang atau ancaman bersama yang berasal dari luar negeri. Adanya anggapan musuh dari luar negeri mengancam bangsa juga mampu mengintegrasikan masyarakat bangsa itu.
b.      Gaya politik kepemimpinan
Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang karismatik, dicintai oleh rakyatnya, dan mempunyai jasa-jasa besar umumnya mampu menyetukan bangsanya yang ssebelumnya tercerai berai. Misalnya adalah Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Nelson Mandela berhasil menangani masalah diskriminasi warna kulit di Afrika Selatan.
c.       Kekuatan lembaga-lembaga politik
Lembaga politik juga dapat menjadi sarana pemersatu masyarakat, misalnya birokrasi. Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang beragam, sehingga pada akhirnya masyarakat akan bersatu dalam satu sistem pelayanan.
d.      Ideologi Nasional
Ideologi mertupakan sekelompok nilai-nilai yang diterima dan disepakati. Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan bagaimana cara menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat menerima satu ideologi yang sama, maka memungkinkan masyarakat tersebut bersatu, walaupun banyak sekali perbedaan di antara masyarakat tersebut.
Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama yang dapat digunakan untuk mempersatukan masyarakat Indonesia adalah Pancasila. Pancasila merupakan nnilai sosial bersama yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Nilai bersama tidak harus berlaku secara nasional. Di beberapa daerah bdi Indonesia terdapat nilai bersama. Dengan nilai itu, kelompok-kelompok masyarakat di daerak tersebut bersedia untuk bersatu. Misalnya adalah “Pela Gadong” sebagai nilai bersama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Maluku.
e.       Kesempatan pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menyatukan bangsa Indonesia. Jika pembangunan ekonomi suatu bangsa berhasil dan menciptakan keadilan, maka masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan. Namun jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan, maka muncul kesenjangan atau ketimpangan. Orang-orang miskin dan yang dirugikan akan sulit untuk mau bersatu atau merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta yang mendapat kekayaan secara tidak adil. Banyak kasus yang disebabkan oleh ketidakadilan, maka tidak heran bila ada sebuah masyarakat yang ingin memisahkan diri dari bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan suatu pembangunan ekonomi yang merata, sehingga hubungan dan integrasi antar masyarakat akan semakin mudah tercapai.
Suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi apabila memenuhi beberapa kriteria-kriteria seperti yang dinyatakan oleh Sunyoto Usman (1998) :
1.      Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan sebagai rujukan bersama.
Jika masyarakat memiliki nilai bersama yang disepakati maka mereka dapat bersatu, namun jika sudah tidak lagi memiliki nilai bersama maka mudah untuk berseteru.
2.      Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”.
Jika masyarakat yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi anggota organisasi yang sama, maka mereka dapat bersatu dan menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut, bukan lagi pada latar belakangnya.
3.      Masyarakat berada di atas  memiliki sifat salaing ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun ndalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Apabila masyarakat saling memiliki ketergantungan, saling membutuhkan, saling bekerjasama dalam bidang ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun jika ada yang menguasai suatu usaha atau kepemilikan, maka yang lain akan merasa dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan.
Pendapat lain menyebutkan bahwa integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua strategi, yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhineka tungal ika” (Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapuusan sifat-sifat kultural utama dari komunis kecil yang berbeda menjadi semacam kebudayaan nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebuadayaan baru. Apabila asimilasi ini menjadi sebuah strategi bagi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.
Kebijakan strategi yang sebaiknya dilakukan di Indonesia adalah dengan memperkuat nilai bersama, membangun fasilitas, menciptakan musuh bersama, memperkokoh lembaga politik, membuat organisasi untuk bersama, menciptakan ketergantungan ekonomi antar kelompok, mewujudkan kepemimpinan yang kuat, menghapuskan identitas-identitas lokal, membaurkan antara tradisi dan budaya lokal, dan menguatkan identitas nasional.
Membangun fasilitas insfrastruktur seperti jalan, gedung pertemuan, lapangan olahraga, dan pasar merupakan contoh kebijakan penyelenggara negara yang memungkinkan mampu mengintegrasikan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan masyarakat dari berbagai latar belakang akan bertemu, berinteraksi, dan bekerja sama. Pembangunan berbagai fasilitas itu bisa dilakukan apabila memiliki sumber pembiayaan yang cukup. Di negara yang sedang membangun, salah satu sumber utama pembiayaan negara tersebut adalah pajak yang dipungut dari warga negara.
Pajak merupakan salah satu instrumen yang dapat memperkokoh integrasi nasional. Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana terrsebut dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 adalah “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan umum akan dapat dicapai atau akan lebih cepat dicapai apabila keuangan negara sehat, atau dengan kata lain negara memiliki dana yang cukup untuk membiayai seluruh kegiatan yang diperlukan untuk menunjang tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum tersebut.
Berbicara tentang keuangan negara yang sehat, tidak bisa dilepaskan dari sumber-sumber penerimaan negara. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar adalah dari sektor pajak. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama, sehingga dapat mendukung kelancaran keuangan negara untuk pembangunan ekonomi yang dapat memperkokoh integrasi  nasional Indonesia.
E.     Esensi dan Urgensi Integrasi Nasional
Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara, karena masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik , maka akan banyak kerugian yang ditimbulkan, baik fisik maupun mental spiritual. Kerusakan fisik seperti kerusakan sarana dan prasarana, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kerusakan mental spiritual seperti perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara yang semestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat yang akhirnya harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian, negara yang selalu diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.
Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi jjuga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan  kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat seperti perbedaan suku, agama, budaya, dan perbedaan kepentingan yang menyimpan konflik, terlebih lagi apabila perbedaan-perbedaan  itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisinya, integrasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara sehingga perlu untuk diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat ini berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Bentuk-Bentuk Teks Tertulis

Peran Pancasila Terhadap Profesi Guru Di Masa Depan